Narasi.net – Denial, atau dalam bahasa Indonesianya ‘penyangkalan’, adalah mekanisme pertahanan psikologis yang membantu seseorang menghindari kebenaran yang berpotensi menimbulkan kesedihan.
Denial merupakan cara seseorang menipu dirinya atas kebenaran yang tidak mau diakui. Meski ada sisi positifnya, akan tetapi lebih banyak sisi negatif.
Karena yang namanya ditipu, itu tidak enak. Tubuh tidak suka dibohongi. Sesuatu yang entah lebih layak disebut apa, pasti akan berontak saat kalian menyangkal hal-hal yang tidak bisa kalian terima.
Denial atau penyangkalan, bisa dikategorikan dalam dua hal. Yaitu sehat dan berbahaya.
Denial adalah cara normal seorang manusia mementingkan egonya. Pasti akan ada waktu di mana kita mengalami denial ini. Dalam batas wajar, itu masih bisa dikatakan sehat.
Misalnya, saat kita sedang lelah karena pekerjaan yang menumpuk. Kalian tidak ambil istirahat. Menganggap bahwa masih kuat. Dan ketika itu kalian melanjutkan pekerjaan lagi, menyangkal sebuah kenyataan kalau diri kalian saat itu sedang lelah.
Fenomena semacam itu pasti sudah sering terjadi. Makanya dikatakan masih wajar.
Disebut berbahaya saat kalian melakukan denial dalam batas ketidak wajaran. Kalian melakukan banyak cara supaya apa yang disangkal benar-benar tersangkal. Berbagai cara dilakukan. Tanpa memerhatikan kalau kenyataan tidak bisa disangkal sebegitu mudahnya.
Dalam contoh kasus ini, ketika seseorang menyangkal kematian.
Ada anggota warga yang meninggal. Seseorang yang begitu menyayanginya tidak bisa menerima kematian tersebut. Dia menyangkal dan melakukan berbagai cara supaya hidup kembali. Penyangkalan yang dilakukan sangat di atas batas wajar.
Jika seperti itu jadinya, yang dilakukan bukanlah menyangkal atas kematian yang menimpa tersebut. Tapi menerima kenyataan meski itu menyakitkan.
Anna Freud, mengklarifikasi penyangkalan sebagai pikiran tidak dewasa seseorang, karena bertentangan dengan kemampuan untuk belajar dari dan mengatasi realitas.
Kehidupan sebenarnya tidak sesulit yang dipikir. Kenyataan tidak sepahit yang terbayang.
Belajarlah untuk menerima sesuatu. Jangan melulu menyangkal. Itu tindakan tidak dewasa dan tidak normal (bila terlalu berlebihan).

Dari sekarang, mulailah untuk tidak menutup matamu. Belajar menerima. Kepahitan akan hilang ketika kalian berhasil menerimanya. Akan menjadi pahit selamanya jika kalian tidak mau menelan dan malah mengemut kepahitan itu.
(Diambil dari berbagai sumber)