Surabaya (narasi.net) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) melalui Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jatim menggelar "Sosialisasi dan Deklarasi Jatim Anti Judi Online" bertema "Digital Sehat Tanpa Judi Online".
Kegiatan ini digelar secara daring dan serentak di seluruh kabupaten/kota pada Kamis (23/10/2025), melibatkan sekitar 20 ribu peserta sebagai respons atas lonjakan kasus judi online (judol).
Kepala Diskominfo Provinsi Jatim, Sherlita Ratna Dewi Agustin, mengungkapkan data memilukan: mayoritas korban judol berpenghasilan rendah.
"Data menunjukkan 71,6 persen pelaku judol berpenghasilan di bawah Rp 5 juta. Sebagian besar terjerat pinjaman online ilegal (pinjol ilegal). Jadi, seperti siklus yang gak ada habisnya antara judol dan pinjol ilegal," ujar Sherlita, seraya menyebut angka pelaku judol nasional melonjak dari 3,7 juta (2023) menjadi 8,8 juta (2024).
Ia menegaskan, gerakan ini adalah gerakan moral yang merupakan tanggung jawab bersama.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Dedi Irwansa, menyebut deklarasi ini sebagai ikhtiar menjaga aset masa depan bangsa. Dedi menyoroti kerusakan sosial yang sistemik, terutama dominasi pengguna judol di kalangan anak sekolah dan mahasiswa.
"Judol bukan hanya pelanggaran hukum. Tapi sudah merusak ketahanan keluarga, menciptakan kemiskinan baru, bahkan menggerus moralitas anak muda," tegas Dedi.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, turut mengapresiasi inisiatif Pemprov Jatim. Ia menekankan bahwa pencegahan judol dan pinjol hanya akan berhasil melalui kolaborasi pentahelix.
"Kegiatan ini menunjukkan kepedulian dan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat Jatim, terutama generasi muda, dari ancaman judol. Saya mengimbau untuk tetap berhati-hati terhadap segala tawaran yang menjanjikan keuntungan instan. Ini bukan peluang, tapi jebakan," pesan Meutya.
Acara ini juga diisi dengan program Cerdas Digital (Cerdig) Tanpa Judi Online, dengan pemaparan materi dari narasumber Komdigi, BSSN, dan Siber Security Profesional. (Red)